Jumat, 21 Oktober 2011

TRADISI SELULUNG KINTAMANI


Apabila pergi ke Bali pasti mengingat berjuta pesona yang ada,, dan menjadi salah satu hal yang menarik apabila mengetahui kepurbakalaan yang ada di Island of Gods ini ......
            Bali merupakan salah satu pulau di Indonesia dimana tradisi megalitik dari masa prasejarah masih tetap hidup dan dianggap keramat oleh penduduk setempat atau yang dikenal dengan living megalithic tradition. Bali memiliki beragam bentuk-bentuk budaya megalitik yang masih bertahan dengan fungsi seperti pada awalnya atau sebagian dianggap sebagai benda-benda profan. Menurut hasil penelitian para ahli Kintamani merupakan daerah Bali Kuna, termasuk daerah Bali Aga yang banyak meninggalkan sisa-sisa kehidupan akhir masa prasejarah yang masih difungsikan oleh masyarakatnya hingga sekarang. Terlihat dari temuan di desa Selulung yang merupakan salah satu desa di wilayah Kintamani Bagian Barat dan terdapat tinggalan arkeologi pada masa megalitik yang masih difungsikan hingga sekarang.
            Desa Selulung termasuk ke dalam wilayah Kecamatan Kintamani Kabupaten Bangli. Desa ini berada di daerah pegunungan yang beriklim dingin dengan ketinggian ±1.200 m di atas permukaan laut. Untuk mencapai lokasi ini harus menempuh jalan sejauh ± 81 km dari kota Denpasar, atau ± 41 km ke-utara dari ibu kota kabupaten Bangli, wilayahnya dapat dicapai dengan segala macam kendaraan bermotor atau kendaraan roda empat. Dari desa ini dapat melihat pemandangan yang indah karena letaknya berada di hamparan perbukitan yang topografinya tinggi rendah. Daerah ini cukup subur karena didukung oleh curah hujan yang memadai terkecuali karena perubahan iklim dan tanahnya merupakan endapan tufa Batur Purba, abu pasir vulkanik Gunung Batur. Masyarakat di desa Selulung lebih banyak melakukan aktivitas berkebun seperti menanam jeruk, jagung, pisang atau kopi serta memelihara ternak seperti sapi atau banteng, dan ada yang telah bekerja hingga keluar desa.  Bangunan punden berundak di desa Selulung terdapat di dua pura yaitu dua buah bangunan berundak di Pura Candi dan dua buah bangunan berundak di Pura Mihu serta Pura Bale Agung yang terdapat hiasan tanduk kerbau.





            Punden berundak merupakan bangunan pemujaan yang tersusun bertingkat-tingkat yang didirikan atas dasar konsep megalitik. Suatu karya arsitektur dari masa perundagian bangunan punden berundak yang disusun bertingkat dan makin ke atas dibuat semakin mengecil. Pada bagian puncaknya dipancangkan menhir dan terbuat dari batu-batu alam. Bentuk bangunan yang dibuat berteras-teras merupakan tiruan dari bentuk gunung. Gunung yang pada masa itu dianggap sebagai alam arwah. Konsepsi gunung sebagai alam arwah tetap berlanjut hingga pengaruh Hindu berkembang di Indonesia, dimana gunung dianggap sebagai tempat para dewa dan roh suci leluhur. Kemudian konsep ini berkembang menjadi candi yang merupakan penggabungan antara penyembahan dewa dan roh nenek moyang. Pada pura di Bali bersifat dwifungsi yaitu tempat pemujaan roh suci leluhur atau disebut Bhatara merupakan unsur kepercayaan asli Indonesia dan pemujaan terhadap dewa-dewa sebagai pengaruh agama Hindu. Yang pada akhirnya dapat menyatu dengan harmonis.
            Bangunan berundak di desa Selulung berorientasi menghadap ke barat dengan arah pemujaan menghadap ke timur yaitu ke gunung Penulisan . menurut keterangan masyarakat bangunan punden berundak ini merupakan tempat pemujaan terhadap leluhur yang merupakan asal-usul nenek moyang pemujanya.
            Walaupun telah bersentuhan dengan budaya Hindu-Budha tetapi corak asli yang berasal dari masa tradisi megalitik masih tetap dipertahankan yaitu bentuknya yang berundak-undak dan pada puncak bangunan terdapat sebuah batu tegak, batu alam, atau unsur bangunan lain. Hal ini menguatkan anggapan bahwa nenek moyang berada di puncak gunung. Undak-undak dimaksudkan untuk menunjukkan tingkat-tingkat perjalanan roh nenek moyang ke dunia arwah, yaitu di puncak gunung yang dilambangkan dengan menhir. Pemujaan kepada arwah nenek moyang sebagai pengharapan kesejahteraan bagi yang masih hidup. 
            Pada umumnya bentuk-bentuk pemujaan megalitik di Desa selulung yang termasuk dalam kawasan Kintamani bagian barat semuanya berpangkal pada pemujaan kepada arwah leluhur untuk mendapatkan kesejahteraan bagi masyarakat. Dari bentuk-bentuk media pemujaan seperti punden berundak yang terbuat dari susunan batu padas ini dari keterangan masyarakat bahwa difungsikan sebagai pemujaan leluhur. Seperti pada pura Candi, terdapat punden berundak yang merupakan pelinggih Ratu Gede Kamulan. Dari keterangan yang diperoleh pelinggih berupa punden berundak ini telah ada sejak awal desa berdiri , dan merupakan suatu pertanda atau tempat meminta petunjuk untuk mendirikan desa selulung. Sehingga sampai sekarang menurut masyarakat pelinggih dalam bentuk punden berundak ini dianggap sebagai pemujaan nenek moyang yang pertama kali mendirikan desa Selulung. Pura Mihu dahulunya dianggap merupakan pura terbesar yang ada di Desa selulung dan menurut cerita masyarakat Pura Mihu digunakan sebagai tempat peparuman para raja-raja yang datang dari luar. Sampai saat ini pura Mihu dianggap keramat oleh masyarakatnya. Upacara pemujaan piodalan pada Pura Mihu dan Pura Candi dilaksanakan bersamaan tiap enam bulan sekali pada Anggara Kliwon Julungwangi. Pada pemujaannya menghaturkan berbagai jenis bebantenan. Yang menarik adalah menghaturkan berupa hasil bumi dan hewan persembahan seperti ayam, bebek, dan babi. Hewan persembahan ini yang masih hidup dan diletakkan di atas puncak punden berundak. Keistimewaan lain pada Pura Bale Agung Selulung, dimana terdapat Bale pertemuan yang berhiaskan tanduk kerbau pada tugeh bale yang merupakan perlambang kebesaran dan kekuatan.
            Demikianlah salah satu situs kepurbakalaan yang ada di daerah Kintamani,, mari memaknai kembali nilai-nilai luhur yang terdapat pada peninggalan masa lalu untuk melangkah ke masa depan yang lebih baik.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar